Saya selalu percaya, kalau dunia pendidikan itu nggak harus kaku dan penuh aturan. Belajar bisa dilakukan dengan cara yang menyenangkan, bahkan lewat hal-hal yang sering kita anggap hiburan, seperti film.
Mengajar dengan Cara yang Gak Biasa
Pandangan inilah yang juga dipegang teguh oleh Anggun Piputri, seorang guru asal DKI Jakarta yang berhasil mengubah cara belajar murid-muridnya lewat dunia sinema.
Anggun bukan sekadar pengajar, tapi juga storyteller yang paham betul bagaimana film bisa menjadi jembatan untuk membuka pikiran dan hati generasi muda. Ia sadar, anak zaman sekarang lebih mudah menyerap pesan lewat visual. Karena itu, ia mulai memadukan film sebagai media pembelajaran, sebuah langkah yang akhirnya mengantarnya menjadi salah satu pemenang SATU Indonesia Awards 2023 dari Astra, kategori Teknologi.
Melalui program “Guru Indonesia Melek Film”, Anggun membuktikan kalau pendidikan bisa hadir dengan wajah yang lebih segar, dekat dengan realita, dan mampu menyentuh sisi emosional para pelajar.
Dari Sekadar Hobi Jadi Gerakan Literasi Visual
Awalnya, Anggun cuma punya hobi nonton film. Ia senang mengamati makna di balik setiap adegan dan dialog. Tapi lama-kelamaan, ia merasa film bisa lebih dari sekadar hiburan. “Saya lihat anak-anak sering banget bahas film di kelas, tapi mereka belum paham gimana cara membaca pesan moral di baliknya,” ujarnya dalam sebuah wawancara. Dari situ, ide sederhana muncul, bagaimana kalau film dijadikan alat belajar?
Lewat pelatihan dan komunitas kecil yang ia bangun, Anggun mengajak guru-guru lain untuk mulai menggunakan film sebagai media pembelajaran lintas mata pelajaran. Misalnya, film sejarah dipakai untuk pelajaran IPS, film dokumenter lingkungan untuk IPA, dan film inspiratif untuk Bahasa Indonesia.
Nggak berhenti di situ, Anggun juga membuat workshop literasi film yang mengajarkan guru dan siswa cara menganalisis, menulis, dan bahkan membuat film pendek mereka sendiri. Proyek ini tumbuh pelan-pelan, tapi konsisten. Dan kini, sudah ratusan guru di berbagai daerah ikut terlibat di gerakan “Guru Indonesia Melek Film”.
Teknologi sebagai Jembatan Pendidikan
Sebagai pemenang kategori Teknologi, Anggun memahami betul bagaimana dunia digital bisa memperkuat pendidikan. Ia membuat platform online untuk mengumpulkan film edukatif, bahan ajar berbasis visual, serta forum diskusi antar guru. Di platform itu, para pendidik bisa berbagi ide, naskah, dan hasil karya film pendek dari murid-murid mereka.
“Guru juga harus melek digital. Kalau murid-murid sudah hidup di era YouTube dan TikTok, masa kita masih pakai metode kapur dan papan tulis terus?” katanya santai.
Saya pribadi merasa, pendekatan seperti ini adalah bentuk nyata dari inovasi pendidikan di lapangan. Kadang yang dibutuhkan bukan alat canggih, tapi cara pandang baru. Dan Anggun sudah membuktikan itu, teknologi yang sederhana bisa punya dampak besar kalau digunakan dengan niat baik.
Dampak Nyata di Ruang Kelas
Yang membuat saya kagum, gerakan ini nggak cuma berhenti di pelatihan. Di sekolah tempat Anggun mengajar, para siswa kini lebih berani mengungkapkan pendapat, kritis terhadap isu sosial, dan terbiasa menulis refleksi dari film yang mereka tonton.
Ada satu cerita menarik. Seorang muridnya, awalnya pemalu banget, tapi setelah ikut proyek film pendek bertema “Mimpi Anak Negeri”, ia jadi percaya diri tampil dan akhirnya juara di lomba film pelajar tingkat kota. Dari situ, Anggun sadar, film bukan cuma media belajar, tapi juga alat pemberdayaan diri.
“Lewat film, anak-anak bisa menemukan suara mereka sendiri,” katanya. Kalimat itu sederhana tapi dalam banget, dan saya yakin setiap guru di luar sana bisa terinspirasi dari semangat Anggun.
Perempuan, Guru, dan Pembelajar Sepanjang Hayat
Sebagai perempuan yang berkarier di bidang pendidikan dan teknologi, Anggun juga menghadapi banyak tantangan. Kadang dianggap “ribet” karena suka eksperimen di kelas, atau dianggap terlalu ambisius karena aktif bikin program. Tapi justru dari sana ia tumbuh jadi sosok yang tahan banting dan konsisten.
Anggun membuktikan bahwa guru bisa jadi changemaker. Ia menginspirasi tanpa banyak bicara, cukup lewat aksi nyata. Ia juga membangun komunitas perempuan pendidik kreatif yang fokus pada edtech (teknologi pendidikan), agar semakin banyak guru di Indonesia bisa belajar saling dukung.
“Kalau guru melek film dan teknologi, otomatis muridnya juga ikut berkembang. Karena mereka belajar lewat sesuatu yang dekat dengan kehidupan sehari-hari,” ujar Anggun dalam salah satu sesi pelatihannya.
Dari Jakarta untuk Indonesia
Program “Guru Indonesia Melek Film” kini terus berkembang. Anggun nggak mau gerak sendirian, ia menggandeng berbagai lembaga pendidikan dan komunitas sineas muda. Ia percaya, perubahan besar harus dimulai dari kolaborasi.
Saya pribadi merasa bangga melihat ada sosok seperti Anggun di dunia pendidikan kita. Di tengah banyaknya tantangan guru di era digital, ia datang membawa harapan baru—bahwa teknologi dan film bukan ancaman, tapi peluang.
Dan benar, ketika belajar dibungkus dengan visual yang menyentuh, pesan moralnya bisa jauh lebih lama tinggal di kepala dan hati murid.
Penutup: Film Sebagai Cermin dan Cahaya
Anggun Piputri bukan hanya guru, tapi juga pelopor. Ia menjadikan film sebagai cermin untuk melihat nilai-nilai kehidupan, dan cahaya untuk membuka wawasan anak-anak bangsa.
Kalau dulu ruang kelas cuma berisi papan tulis dan buku teks, kini di tangan Anggun, ruang kelas bisa berubah jadi mini studio film tempat ide dan semangat berputar.
Dan saya yakin, selama masih ada guru-guru seperti Anggun Piputri di Indonesia, pendidikan kita akan terus menemukan bentuk terbaiknya—kreatif, manusiawi, dan relevan.
#APA2025-KSB
Referensi:
- https://www.goodnewsfromindonesia.id/2025/09/01/guru-indonesia-melek-film-dari-ruang-kelas-ke-layar-inspirasi
- https://www.elisakaramoy.com/2024/11/guru-indonesia-sulap-film-jadi-media-pembelajaran.html